![]() |
Foto sampul dicomot dari sini |
Judul Buku: Seribu Kerinduan
Penulis: Herlina P. Dewi
Editor: Paul Agus Hariyanto
Tebal: 241 halaman
Penerbit: Stiletto Book
Nyesek! Itulah kesan saat membaca bagian awal novel ini. Kesan yang membuatku, jujur, sedikit tersendat dan beberapa kali berhenti sejenak (bahkan berjam-jam) sebelum melanjutkan membacanya. Tapi, rasa penasaran dalam hati tentang "mau dibawa ke mana kegamangan hati sang tokoh utama" berhasil menggodaiku hingga membacanya sampai selesai.
It's a kind of "novel-ception". There's a novel in a novel. Unik! Begitulah aku menyimpulkannya.
Dengan sampul artistik yang entah kenapa menimbulkan kesan sepi setelah melihatnya, kisah di dalamnya pun tak kalah membuatku ikut tenggelam dalam seribu kerinduan yang dirasakan oleh (para) tokoh utama.
*Anyway, kalau googling picture dengan keyword: "lonely girl", gambar ini ada di urutan teratas. Bukan begitu? :D
Menggunakan sudut pandang orang ketiga (mahatahu), kisahnya langsung dibuka dengan perpisahan (yang tak diinginkan) antara Renata dan Panji. Mereka tadinya sepasang kekasih yang sudah 4 tahun menjalin hubungan yang serius, namun kalah oleh perjodohan yang dilakukan orangtua Panji.
Sebagai anak satu-satunya dari keluarga terpandang di Yogyakarta menempatkan Panji pada posisi sulit, apalagi ia terus didesak oleh ibunya yang otoriter dan selalu memandang bibit-bebet-bobot dalam memilihkan pasangan hidup untuk anaknya. Renata, seorang gadis mandiri yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja, otomatis keluar dari kriteria calon menantu ideal di mata ibu Panji. Kisah yang sebenarnya klise tapi disajikan dengan gaya bertutur yang sederhana namun mengalir oleh penulisnya.
Konflik yang terjadi setelah pernikahan Panji menyeret Renata pada kehidupan baru yang selama ini tak pernah dibayangkannya. Awalnya berprofesi sebagai seorang fashion editor di sebuah majalah terkemuka di ibu kota dengan karir yang diramalkan cemerlang, namun karena patah hati dan terpukul dengan keputusan sepihak mantan kekasihnya, malah membuatnya terpuruk dan malah masuk ke dunia baru. Ia menjadi seorang high class prostitute!
Bagaimana nasib Panji setelah perjodohan dengan Ayu, yang ternyata masih memiliki hubungan dengan mantan pacarnya (Rio)? Apakah Renata dan Panji bisa bersatu kembali? Silakan jawab sendiri 2 pertanyaan tersebut dengan membaca novel ini. :D
Novel ini ditulis dengan alur campuran. Setting tempat yang kuat (yang malah membuatku, sebagai pembaca, penasaran ingin ke sana), seperti: Bukit Bintang dan Pantai Indrayanti. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa (dan Sunda) menambah warna dalam novel ini; membuatku semakin cinta dengan budaya Indonesia (teristimewa Yogyakarta).
Tema yang diangkat, sesuai judulnya, adalah tentang kerinduan. Lebih tepatnya, bangkit dari keterpurukan dan menjawab seribu kerinduan yang menyesakkan dada.
Ada sedikit ketidaksesuaian durasi waktu yang kurasa, tepatnya pada halaman 12 dan 90. Di halaman 12 diceritakan Panji membawa Renata menemui orangtuanya pada usia pacaran 3 tahun, sedangkan di halaman 90 dalam percakapannya dengan Ayu (istrinya), Panji menyebut, "Parahnya, selama empat tahun pacaran, aku sama sekali nggak pernah cerita ke orangtua sampai kemudian aku ngajak Renata pulang dan mengenalkannya ke mereka." Bisakah penulis menjelaskan ini padaku? Atau aku saja yang keliru menafsirkan kalimat-kalimat tersebut? :D
Membaca novel ini dengan ditemani beberapa cangkir kopi memang pilihan yang tepat. "Serasa menikmati rindu yang pekat", begitulah seperti kata penulisnya (lewat mention di twitter). :D
Ending yang mudah ditebak, tapi sebenarnya mau kuprotes karena kelihatan terlalu mudah untuk Panji mendapatkan Renata kembali. Namun karena mempertimbangkan Panji yang berbesar hati menerima Renata apa adanya hingga membuatku setuju-setuju saja dengan ending-nya. (Oops! Kebablasan padahal tadi di atas sudah kutantang untuk mencari tahu sendiri ending ceritanya)
Tentang cinta (dan benci), keterpurukan (dan bangkit darinya), kerinduan yang menyesakkan dada, perjodohan sialan, kesetiakawanan, nafsu, juga mendengarkan suara hati untuk mengikuti hasrat hidup, novel ini berhasil membuatku terhanyut. Apalagi penyajiannya yang sangat minim typo.
Kapan novel selanjutnya terbit? I like your writing. Indeed. Semoga novel berikutnya kisahnya lebih mengaduk-aduk emosi pembaca, ya? *cheers with a cup of coffee*
Penulis: Herlina P. Dewi
Editor: Paul Agus Hariyanto
Tebal: 241 halaman
Penerbit: Stiletto Book
Nyesek! Itulah kesan saat membaca bagian awal novel ini. Kesan yang membuatku, jujur, sedikit tersendat dan beberapa kali berhenti sejenak (bahkan berjam-jam) sebelum melanjutkan membacanya. Tapi, rasa penasaran dalam hati tentang "mau dibawa ke mana kegamangan hati sang tokoh utama" berhasil menggodaiku hingga membacanya sampai selesai.
It's a kind of "novel-ception". There's a novel in a novel. Unik! Begitulah aku menyimpulkannya.
Dengan sampul artistik yang entah kenapa menimbulkan kesan sepi setelah melihatnya, kisah di dalamnya pun tak kalah membuatku ikut tenggelam dalam seribu kerinduan yang dirasakan oleh (para) tokoh utama.
*Anyway, kalau googling picture dengan keyword: "lonely girl", gambar ini ada di urutan teratas. Bukan begitu? :D
Menggunakan sudut pandang orang ketiga (mahatahu), kisahnya langsung dibuka dengan perpisahan (yang tak diinginkan) antara Renata dan Panji. Mereka tadinya sepasang kekasih yang sudah 4 tahun menjalin hubungan yang serius, namun kalah oleh perjodohan yang dilakukan orangtua Panji.
Sebagai anak satu-satunya dari keluarga terpandang di Yogyakarta menempatkan Panji pada posisi sulit, apalagi ia terus didesak oleh ibunya yang otoriter dan selalu memandang bibit-bebet-bobot dalam memilihkan pasangan hidup untuk anaknya. Renata, seorang gadis mandiri yang berasal dari keluarga biasa-biasa saja, otomatis keluar dari kriteria calon menantu ideal di mata ibu Panji. Kisah yang sebenarnya klise tapi disajikan dengan gaya bertutur yang sederhana namun mengalir oleh penulisnya.
Konflik yang terjadi setelah pernikahan Panji menyeret Renata pada kehidupan baru yang selama ini tak pernah dibayangkannya. Awalnya berprofesi sebagai seorang fashion editor di sebuah majalah terkemuka di ibu kota dengan karir yang diramalkan cemerlang, namun karena patah hati dan terpukul dengan keputusan sepihak mantan kekasihnya, malah membuatnya terpuruk dan malah masuk ke dunia baru. Ia menjadi seorang high class prostitute!
Bagaimana nasib Panji setelah perjodohan dengan Ayu, yang ternyata masih memiliki hubungan dengan mantan pacarnya (Rio)? Apakah Renata dan Panji bisa bersatu kembali? Silakan jawab sendiri 2 pertanyaan tersebut dengan membaca novel ini. :D
Novel ini ditulis dengan alur campuran. Setting tempat yang kuat (yang malah membuatku, sebagai pembaca, penasaran ingin ke sana), seperti: Bukit Bintang dan Pantai Indrayanti. Selain itu, penggunaan bahasa Jawa (dan Sunda) menambah warna dalam novel ini; membuatku semakin cinta dengan budaya Indonesia (teristimewa Yogyakarta).
Tema yang diangkat, sesuai judulnya, adalah tentang kerinduan. Lebih tepatnya, bangkit dari keterpurukan dan menjawab seribu kerinduan yang menyesakkan dada.
Ada sedikit ketidaksesuaian durasi waktu yang kurasa, tepatnya pada halaman 12 dan 90. Di halaman 12 diceritakan Panji membawa Renata menemui orangtuanya pada usia pacaran 3 tahun, sedangkan di halaman 90 dalam percakapannya dengan Ayu (istrinya), Panji menyebut, "Parahnya, selama empat tahun pacaran, aku sama sekali nggak pernah cerita ke orangtua sampai kemudian aku ngajak Renata pulang dan mengenalkannya ke mereka." Bisakah penulis menjelaskan ini padaku? Atau aku saja yang keliru menafsirkan kalimat-kalimat tersebut? :D
Membaca novel ini dengan ditemani beberapa cangkir kopi memang pilihan yang tepat. "Serasa menikmati rindu yang pekat", begitulah seperti kata penulisnya (lewat mention di twitter). :D
Ending yang mudah ditebak, tapi sebenarnya mau kuprotes karena kelihatan terlalu mudah untuk Panji mendapatkan Renata kembali. Namun karena mempertimbangkan Panji yang berbesar hati menerima Renata apa adanya hingga membuatku setuju-setuju saja dengan ending-nya. (Oops! Kebablasan padahal tadi di atas sudah kutantang untuk mencari tahu sendiri ending ceritanya)
Tentang cinta (dan benci), keterpurukan (dan bangkit darinya), kerinduan yang menyesakkan dada, perjodohan sialan, kesetiakawanan, nafsu, juga mendengarkan suara hati untuk mengikuti hasrat hidup, novel ini berhasil membuatku terhanyut. Apalagi penyajiannya yang sangat minim typo.
So, for this novel I want to give 3.5 out of 5 stars!Dan inilah beberapa kutipan menarik dalam novel "Seribu Kerinduan":
"Aku ingin melupakan semua kesunyian malam ini, itulah sebabnya aku menulis, agar aku bisa mengubah senyap menjadi rindu, gelap menjadi kenangan, dan beku menjadi cinta." (Hal. 9)1 pertanyaan untuk penulis:
"Bersama hujan, kita tak akan malu menangis, karena semua air mata kita akan luruh bersama derasnya dan mengalir entah ke mana." (Hal. 56)
"Cinta merupakan kekuatan yang tak akan pernah bisa ditundukkan. Kalau kita berusaha mengendalikannya, cinta akan menghancurkan kita. Kalau kita berusaha mengurungnya, cinta akan memperbudak kita. Dan jika kita belajar untuk memahaminya, cinta akan meninggalkan kita dalam kebingungan." (Hal. 131)
"Sometimes, we need to stop blaming the past and start creating the future." (Hal. 175)
"Kebencian yang teramat sangat seolah menutup seluruh kerinduan yang selama ini dirasakannya." (Hal. 220)
Kapan novel selanjutnya terbit? I like your writing. Indeed. Semoga novel berikutnya kisahnya lebih mengaduk-aduk emosi pembaca, ya? *cheers with a cup of coffee*
![]() |
Thanks for this book and also the signature... *love struck* |